Tentang Kenyamanan
Ketika kata “nyaman” terucap, hal apa yang pertama
kali terlintas dipikiranmu?
Apakah menikmati kasur yang luas dan empuk
sendirian, lalu tenggelam dalam teksturnya yang begitu halus nan lembut?
Atau.. membiarkan wajahmu tersapu hembusan angin
yang semilir, lalu memejamkan mata dan membayangkan surga dunia?
Atau mungkin.. sekedar menikmati cerita sahabatmu
dan receh candanya yang berujung pada gelak tawa bersama?
Nyatanya, kenyamanan itu bisa berarti banyak hal.
Ia bukanlah sesuatu yang mutlak. Definisinya tersangkut pada perasaan dan hati
yang terpaut di dalamnya. Parameternya terkadang tak pasti, hanya perlu
disesuaikan dengan hati.
Bagiku kenyamanan bukanlah sesuatu yang dapat
dipaksakan. Kenyamanan dalam sebuah lingkungan terkadang membutuhkan waktu yang
cukup lama untuk ku dapatkan.
Satu hal yang kupercaya, setiap orang memiliki
tembok pembatas antara dirinya dengan orang-orang di sekitarnya, dengan tinggi yang
berbeda-beda.
Beberapa orang membiarkan temboknya tetap rendah,
hanya sekedar menandakan bahwa ia memiliki batas yang nyata. Orang-orang bisa
melaluinya dengan mudah, cukup melompat dan memanjat sedikit saja.
Ia seperti buku yang terbuka, siap berbagi
ceritanya dengan siapa saja yang meminta. Ia begitu jarang meragu untuk membuka
bukunya. Karena baginya, yang terpenting adalah berbagi cerita bersama.
Beberapa orang yang lain membiarkan temboknya
terbangun seperti pagar di halaman rumah, namun mengunci pintunya dengan rapat.
Ia membiarkan orang lain bermain di halaman rumahnya, namun hanya orang-orang
terdekat yang bisa mengetuk dan masuk ke dalamnya.
Ia seperti buku misteri yang memiliki rahasia yang
tersirat, bukan tersurat. Ia membiarkan orang-orang menikmati ceritanya secara
umum, namun menyimpan sisanya untuk dirinya dan orang-orang yang dipercaya.
Sementara yang lainnya, membiarkan temboknya
terbangun seperti benteng di masa perang. Ia begitu sulit untuk diraih, begitu
sulit untuk percaya. Seakan telah melalui medan perang yang sebenarnya. Ia
menutup pintunya rapat-rapat karena takut akan terluka.
Ia seperti buku yang ada di area terlarang dalam
perpustakaan. Rahasianya terkunci rapat, hanya orang-orang tertentu yang dapat
membuka gemboknya. Ia membiarkan dirinya menjadi misteri tersurat bagi
orang-orang di sekitarnya.
Bagiku, kenyamanan bukanlah sesuatu yang bisa
dipaksakan. Tubuh dan raut wajah mungkin bisa berpura-pura, tetapi hati tak kan
bisa berdusta. Taraf kenyamanan yang begitu abstrak dan tak nyata, terkadang
mempersulit situasinya.
Untukmu yang merasa belum nyaman dengan lingkunganmu…
Tidak apa apa, kamu tak perlu memaksa dirimu untuk
merasa nyaman.
Biarkanlah waktu yang mengetuk pintu ke hatimu
secara perlahan. Biarkan orang-orang di sekitarmu mencari jalan menuju hatimu,
tanpa harus diberikan jalan pintas untuk melintas. Kamu hanya perlu membuat
mereka percaya, bahwa jalan itu tidak buntu. Dan ketika kamu merasa mereka
sudah cukup dekat untuk mengetuk pintu, sambutlah mereka dengan hangat.
Sambutlah uluran tangan mereka, dan nikmati
kenyamanan itu Bersama.
Bogor, 10 September 2018
Buah pikiran di tengah malam,
dari seseorang yang tak lagi bersembunyi
di balik tembok pembatasnya yang tinggi.
seseorang yang sedang merasa nyaman,
akan hadirnya kebersamaan.
Gilss
BalasHapuswah. beautiful words from a beauty. Terus berkarya ya waf :)
BalasHapus