Kemana Perginya Vina yang Dulu?

Karya: Wafa Istiqomah


Vina, seorang anak yang terkenal pintar di kelasnya. Tetapi, akhir-akhir ini nilainya menurun. Teman-temannya pun bingung, Vina yang dulu ceria dan mudah bergaul, kini menjadi seorang yang pemurung dan suka menyendiri.
Sampai suatu saat, Dilla, sahabat yang biasa mendengarkan Vina curhat, mendatangi rumah Vina yang sederhana. Dilla ingin bertemu Vina yang akhir-akhir ini jarang masuk sekolah. Tetapi, saat sampai dirumah Vina, Vina tidak ada di rumahnya. Tetangganya memberi tahu bahwa rumah Vina sudah seminggu tidak ada yang menempati.
Dilla bingung, mengapa Vina tidak mengabarinya? Padahal, biasanya dia selalu bercerita kepadanya apabila ada masalah. Dilla penasaran sekali. Apa yang terjadi pada sahabatnya yang pintar dan baik itu? Apa mungkin dia mengikuti pertukaran pelajar ke luar kota? Dilla benar-benar tidak mengerti.
Sebulan sudah berlalu, tetapi Vina tak kunjung datang. Pikirannya bahwa Vina ikut pertukaran pelajar tidaklah mungkin.  “Mana mungkin pertukaran pelajar sampai sebulan lebih?” pikirnya. Karena sangat penasaran, akhirnya Dilla bertanya pada Bu Wulan, wali kelasnya.
“Bu, sudah sebulan saya tidak melihat Vina. Kalau saya boleh tau, sebenarnya Vina pergi kemana bu?” tanya Dilla.
“Sebelumnya maaf ya Dilla. Sebenarnya, Vina sudah pindah sekolah. Ayahnya meninggal, jadi, tidak ada yang menafkahi keluarganya. Dia juga sudah menunggak uang sekolah cukup lama. Jadi, mau tidak mau dia harus meninggalkan sekolah ini.” Jawab Bu Wulan pelan.
“Kenapa ibu tidak memberitahukan kami?” tanya Dilla kaget.
“Vina sendiri yang tidak membolehkan kami memberitahu kalian. Ya sudah, ibu permisi dulu ya.” Ucap Bu Wulan.
Dilla sedih sekali, dia telah kehilangan sahabat yang selama ini selalu menemaninya. “Kenapa Vina tidak bilang padaku?” hanya itu yang ada dalam pikirannya.
 Sejak saat itu, Dilla jadi sering kehilangan konsentrasi saat belajar. Melihat nilai-nilai Dilla yang mulai menurun, Bu Wulan menjadi khawatir. Akhirnya, dia memanggil Dilla ke ruangannya.
Menurut Bu Wulan, Vina pindah ke kampungnya karena tidak kuat hidup di kota yang serba mahal seperti Jakarta ini. Kampung Vina berada di Jawa Barat, di daerah Kuningan, tetapi, Bu Wulan tidak tau dimana tepatnya Vina tinggal.
Saat liburan sekolah nanti, Dilla berencana mengunjungi tempat tinggal Vina di kampungnya. Liburan pun tiba, setelah izin kepada Ibunya, Dilla berangkat bersama Pa’denya yang kebetulan memiliki kebun disana. Dan kebetulan sekali Pa’de Budi mengenal ibunya Vina. Yang katanya baru-baru ini bekerja di kebun Pa’de Budi.
“Pa’de, katanya ada pekerja baru dikebun pa’de?” tanya Dilla.
“Oh memang ada, kemarin ada sekitar 15 orang yang Pa’de terima. Salah satu diantaranya perempuan.” Jawab Pa’de.
“Bukannya kemarin Pa’de membuka lowongan hanya untuk laki-laki?” sambung Dilla.
“Awalnya memang begitu, tetapi, wanita itu memelas. Dia bilang suaminya sudah meninggal, dan dia harus menghidupi anak perempuan satu-satunya. Bahkan terkadang anaknya datang juga membantu di kebun, tetapi dia belum Pa’de angkat sebagai pegawai tetap, karena dia masih belum cukup umur.” Ucap Pa’de menjelaskan.
“Oh... begitu toh... kasihan sekali Pa’de. Apa dia tinggal disekitar sini?” tanya Dilla penasaran.
“Iya, mungkin kamu bisa berteman dengan dia. Nanti kamu Pa’de antarkan kerumahnya.” Jawab Pa’de Budi.
“Benar Pa’de? Aku mandi dulu ya...” sahut Dilla sambil berlari menuju kamarmandi.
Setelah mandi, Dilla dan Pa’denya menuju rumah anak yang diceritakan tadi. Sesampainya disana, Dilla mengetuk pintu dengan pelan. Saat pintu terbuka, seorang anak perempuan seumuran Dilla keluar dengan muka pucat dan tubuh yang kurus.
“Hah? Vina??? Kamu kok...” ucap Dilla kaget, saat dia tau yang membuka pintu adalah sahabatnya yang sedang ia cari.
“Iya La, maaf ya...” ujar Vina sambil tertunduk.
“Oh... rupanya kalian sudah saling kenal? Hmm... kalau begitu, Pa’de mau nge-cek kebun dulu ya...” ucap Pa’de sambil berjalan menuju kebunnya. 
Vina mengajak Dilla masuk ke rumahnya. Mereka pun berbincang-bincang.
“Aku udah tau semuanya Vin, kenapa sih? Kamu harus nutup-nutupin semuanya?” tanya Dilla sedikit kesal.
“Cuma ini yang bisa aku lakuin.” Jawab Vina datar.
“Kenapa? Kamu malu? Kamu memang udah benar-benar berubah Vin...” ucap Dilla mencoba menahan emosinnya.
“Tapi La, aku gak mungkin tetap sekolah dan hidup di Jakarta, kalaupun aku bisa hidup di sana, aku hanya akan menjadi anak jalanan.” Ujar Vina menjelaskan.
“Tapi itu enggak akan terjadi kalau kamu bilang sama aku. Kemana sih perginya Vina yang dulu? Yang ceria, selalu cerita kalau ada masalah, dan... enggak kayak gini Vin?” ucap Dilla lembut.

“La, aku bener-bener minta maaf sama kamu, tapi aku gak bisa terus meminta-minta sama orang lain.” Ucap Vina tegas. “Aku gak mau selalu jadi benalu bagi orang lain, aku ingin bisa membuktikan bahwa aku bisa hidup mandiri.”
“Aku juga gak bilang sama kamu supaya, kamu gak kehilangan konsentrasi saat belajar nanti, dan nilai-nilai kamu gak akan menurun. Karena, aku tau kamu adalah orang yang akan mempunyai masa depan nantinya. Sementara aku? Aku tidak mungkin melanjutkan sekolah lagi.” Ucap Vina putus asa.
“Siapa bilang? Kalau memang kamu ingin melanjutkan sekolah di Jakarta datanglah ke Rumah Pa’deku besok pagi, dan ikut aku ke Jakarta. Jika tidak, berarti kamu bukanlah Vina yang aku cari. Aku tunggu sampai jam 10 pagi.” Ucap  Dilla sambil beranjak pergi.
Keesokan paginya, sudah berjam-jam Dilla menunggu Vina. Vina tak kunjung datang. “Nungguin siapa si ndok? Tadi katanya mau berangkat” tanya Pa’de.
“Nanti dulu ya Pa’de, 5 menit lagi... aku masih pengen nonton nih Pa’de.” Ucap Dilla beralasan.
“Nah, sekarang sudah 5 menit, ayo berangkat!” ucap Pa’de.
“Ya sudah deh, ayo Pa’de!” jawab Dilla. Sebenarnya Dilla sangat sedih, karena sahabatnya benar-benar sudah hilang. Dilla tidak menyangka Vina akan mengambil jalan ini.
Tiba-tiba...
 “Dilla!!! Tunggu!!! Aku ikut kamu!!!” Vina berteriak memanggil Dilla. Dilla lega sekali, Vina mau ikut bersamanya.
“Ini baru Vina yang aku cari...” ujarnya.
Sejak saat itu, Vina tinggal bersama Dilla dan melanjutkan sekolahnya, tetapi, dia tetap bekerja membantu ibunya Dilla berjualan puding dan kue di kiosnya. Dan sejak saat itu, persahabatan antara Vina dan Dilla menjadi lebih dekat.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mimpiku untuk Bumiku

Love Story

Gara-gara Make-up